Masih membahas bagaimana Al-Qur'an diturunkan dalam Al-Itqān fī ʽUlūmil al-Qur’an karya Jalaluddin Al-Suyūṭī (w.911H/1505M). Ada rahasia kenapa Al-Qur’an diturunkan sekaligus (dari Lauhil Mahfudz) ke langit dunia; Pertama, memuliakan kedudukan Al-Qur’an itu sendiri dan kedua kedudukan orang yang diturunkan kepadanya kitab tersebut (Nabi Muhammad saw).

Hal yang demikian, yang ketiga sekaligus mengumumkan kepada penghuni tujuh langit (para malaikat) bahwa kitab itu adalah kitab yang terakhir dari kitab-kitab yang diturunkan yang disampaikan kepada rasul terakhir untuk umat yang paling mulia (umat Muhammad).

Gambar hanya ilustrasi by: https://fgulen.com/id/karya-karya/islam-rahmatan-lil-alamin/apakah-hikmah-turunnya-al-quran-secara-berangsur-angsur-selama-23-tahun

Kami (Allah) telah mendekatkan Al-Qur’an kepada mereka untuk Kami turunkan kepada mereka, dan seandainya tidak karena hikmah ilahiah yang berkehendak untuk menyampaikan Al-Qur’an itu kepada mereka secara bertahap sesuai dengan berbagai peristiwa, maka ia akan diturunkan ke bumi ini secara langsung sekaligus sebagaimana kitab-kitab sebelumnya.”

Namun, Allah swt. membedakan Al-Qur’an dengan kitab-kitab sebelumnya, sehingga Allah menjadikan Al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap: diturunkan secara sekaligus kemudian diturunkan secara terpisah-pisah (berangsur). Demikian itu untuk memuliakan Nabi Muhammad saw. Pendapat ini disebutkan oleh Abu Syamah di dalam kitabnya, Al-Mursyid al-Wajiz.

Al-Hakim Al-Tirmidzi berpendapat, Al-Qur’an telah diturunkan sekaligus ke langit dunia untuk diserahkan kepada umat, sesuatu yang nyata bagi mereka dari tujuan diutusnya Nabi Muhammad saw. Karena diutusnya Muhammad saw. merupakan rahmat (bagi mereka), sehingga ketika rahmat itu keluar terbukalah pintu dan datanglah rahmat itu bersamaan dengan datangnya Muhammad saw. dan Al- Qur’an.

Maka Al-Qur’an diletakkan di Baitul‘izzah di langit dunia agar ia masuk di perbatasan dunia, dan kenabian diletakkan di hati Muhammad, lalu datanglah Jibril dengan membawa risalah dan wahyu, seakan-akan Allah swt. ingin menyerahkan risalah ini yang telah menjadi keistimewaan umat.

****

Imam Al-Sakhawi berkata di dalam kitabnya, Jamalul Qur’an, “Dalam turunnya (Al-Qur’an) ke langit (dunia) secara sekaligus memberikan kemuliaan bagi manusia dan memuliakan kedudukan mereka di sisi malaikat serta memberitahukan mereka tentang ‘inayah (pertolongan) dan rahmat (kasih sayang) Allah pada mereka.

Karena itulah Allah swt. memerintahkan 70 ribu malaikat untuk mengiringi (turunnya) surat al-An’am – nanti ada bagian tersendiri tentang surat yang turun diiringi Malaikat – dan Allah swt. juga memberikan kemuliaan pada umat ini dengan memerintahkan malaikat Jibril untuk mendiktekan Al-Qur’an pada Al-Safarah al-Kiram (malaikat-malaikat yang mulia) dan membacakannya pada mereka.

Termasuk kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada umat ini adalah bahwa Allah swt. telah menyamakan antara Nabi kita Muhammad saw. dengan Nabi Musa as. dari sisi menurunkan kitab-Nya secara langsung sekaligus dan membedakan dengan Nabi Muhammad dari sisi diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap agar ia menghafalkannya.”

****

Menurut imam Abu Syamah terkait firman Allah swt., “Apabila Anda bertanya tentang firman Allah SWT: ‘Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr’ (QS. al-Qadr: 1), apakah termasuk Al Qur’an yang diturunkan secara sekaligus atau tidak?

Apabila tidak termasuk, maka ‘tidak diturunkan secara sekaligus’ dan apabila termasuk, maka bagaimana maksud dari ayat ini?”

Menurut imam Al-Suyūṭī (w.911H/1505M), ini mempunyai dua makna. Pertama, artinya Kami (Allah) telah memutuskan untuk menurunkan Al-Qur’an pada malam lailatul qadr, dan Kami telah memutuskan serta menentukannya sejak awal (azali). Makna yang kedua, sesungguhnya ungkapan yang ada dalam ayat tersebut lafadznya madhi (bermakna telah lewat/lampau), tetapi maknanya mustaqbal (yang akan datang), maksudnya Allah akan menurunkannya secara sekaligus.

Abu Syamah juga berpendapat, bahwa secara zahir (lahiriah) turunnya Al- Qur’an secara sekaligus ke langit dunia itu terjadi sebelum munculnya kenabian Muhammad saw., tetapi juga mungkin terjadi setelahnya.

Pendapat ini kembali dikomentari Al-Suyūṭī (w.911H/1505M): yang jelas adalah yang kedua, dan redaksi dari hadits-hadits dari Ibnu Abbas yang telah kami sampaikan secara jelas menunjukkan makna tersebut – silahkan cek postingan sebelumnya.

Read: https://rutinia.blogspot.com/2025/03/bagaimana-allah-swt-menurunkan-kitab.html

Ibnu Hajar Al-Asqalānī (w.852H/1449M) berkata di dalam kitabnya, Fathul Bari, Syarah Bukhārī: Imam Ahmad (w.241H/855M) meriwayatkan, demikian juga Imam Baihaqi (w.458H/1056M) di dalam kitabnya, Syu’abul Iman, dari Wailah bin Asqa’, sesungguhnya Nabi saw. bersabda, “Telah diturunkan Taurat pada (hari) ke-6 dari Ramadhan, Injil pada ke-13 dari Ramadhan, Zabur pada (hari) ke-18 dari Ramadhan, dan Al-Qur’an pada (hari) ke-24 dari Ramadhan.” 

Dalam riwayat lain disebutkan: “dan Suhuf Ibrahim (diturunkan) pada malam pertama (di bulan Ramadhan).” Ibnu Hajar berkata: hadits ini sesuai dengan firman Allah SWT: “Syahru ramadhaanalladzii unzila fiihil-Qur’an”. (QS. al-Baqarah: 185) dan “Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr”, maka dimungkinkan bahwa lailatul qadr itu terjadi pada tahun di malam Al- Qur’an diturunkan. Pada malam itulah Allah menurunkan Al-Qur’an ke langit dunia, kemudian pada hari ke-24 Allah SWT menurunkan ke bumi awal surat “Iqra’”: “Iqra’ bismi rabbik”.

Menurut Al-Suyuti, tetapi yang sulit dipahami dari pendapat ini adalah tentang berita yang masyhur bahwa Nabi saw. diutus pada bulan Rabiul Awal. Namun, kesulitan ini bisa dijawab dengan riwayat yang disebutkan oleh para ulama bahwa pertama kali Nabi mendapat mimpi pada bulan kelahirannya, kemudian setelah masa enam bulan, beliau mendapat wahyu secara sadar (bukan dalam mimpi). Pendapat ini disebutkan oleh Imam Baihaqi dan yang lainnya.

Hadits tersebut juga dianggap sulit dipahami karena ada riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya, Fadhailul Qur’an, dari Abi Qallabah, ia berkata, “Kitab-kitab itu diturunkan secara sempurna pada malam ke-24 dari Ramadhan.”

****

Menurut imam Abu Syamah, lalu jika dikatakan apa rahasia Al-Qur’an diturunkan secara berangsur (bertahap) dan mengapa ia tidak diturunkan seperti kitab-kitab sebelumnya yaitu sekaligus?”

Kita dapat memberikan jawaban sebagai berikut: bahwa pertanyaan ini sebenarnya telah dijawab oleh Allah SWT secara langsung. Allah SWT berfirman: “Wa Qaalalladziina Kafaruu Laulaa Nuzzila Alaihil Qur’aanu Jumlatan Waahidatan.”

Mereka bermaksud untuk mengatakan: mengapa tidak diturunkan seperti kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya? Maka Allah SWT menjawab dengan jawaban: “Kadzaalika Linutsabbita bihii Fuaadaka” (QS. al-Furqan: 32):

وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا

32.  Orang-orang yang kufur berkata, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah,531) agar Kami memperteguh hatimu (Nabi Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar).

Maksudnya Kami (Allah) telah menurunkan Al-Qur’an itu secara berangsur agar Kami dapat memperkuat hatimu (Muhammad), karena wahyu itu apabila selalu baru dalam setiap peristiwa maka akan lebih kokoh dan kuat dalam hati, dan lebih kuat pula untuk memberi pertolongan dan perhatian pada Nabi yang Al-Qur’an itu diturunkan kepadanya.

Demikian itu benar-benar terwujud karena seringnya Jibril turun kepada Nabi Muhammad saw. (dalam satu Riwayat dalam kitab Bahjatul Wasail bi Syarhil Masail, menurut Al-Daylami, bahwa Rasulullah saw. bertemu malaikat Jibril sebanyak 24.000 kali) senantiasa terasa baru pertemuan dan ikatan dengannya dengan membawa risalah yang datang dari Allah swt, sehingga dapat membangkitkan perasaan senang yang tidak dapat diungkapkan. Karena itu, di bulan Ramadhan Nabi paling tampak kedermawanannya karena seringnya bertemu dengan Jibril as.

Ada sebagian pendapat mengatakan bahwa makna: “linutsabbita bihii fuaadaka” artinya agar Kami (Allah) dapat mempermudah kamu menghafalkannya, karena Nabi saw. adalah ummi, tidak membaca dan tidak menulis. Maka diturunkannya secara berangsur agar dapat mudah dihafal. Ini berbeda dengan nabi-nabi yang lainnya, karena mereka dapat menulis dan membaca maka mudah bagi mereka untuk menghafal semuanya.

Ibnu Furak berkata, “Taurat diturunkan sekaligus kepada nabi yang dapat menulis dan membaca, yaitu Musa as., dan Allah telah menurunkan Al-Qur’an secara berangsur, karena Dia menurunkannya secara tidak tertulis pada nabi yang ummi (tidak dapat membaca dan menulis).”

Ulama lain berkata, “Sesungguhnya Al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus karena di dalamnya terdapat nasikh dan mansukh, dengan demikian itu tidak dapat disampaikan kecuali dengan cara bertahap.Di dalamnya juga terdapat ayat yang berfungsi untuk menjawab pertanyaan dan ayat yang berfungsi untuk mengingkari suatu perkataan yang diucapkan atau suatu perbuatan yang dilakukan.” 

Ini telah diterangkan dalam perkataan Ibnu Abbas sebagai berikut:“Bahwa Jibril membawa turun Al-Qur’an untuk menjawab perkataan manusia dan perbuatan mereka.” Dia menafsirkan hal tersebut atas firman Allah: “Wa Laa Ya’tuunaka bi matsalin illaa Ji’naaka bil haq” (QS. al-Furqan: 33).

Riwayat ini dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas. Dengan demikian, kesimpulannya adalah ayat ini mengandung dua hikmah mengapa Al-Qur’an diturunkan secara bertahap.

****

Kesimpulannya, Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia untuk memuliakan kitab itu sendiri, Nabi Muhammad saw., serta mengumumkan kepada para malaikat bahwa ia adalah kitab terakhir untuk umat terbaik.

Namun, di bumi, Al-Qur’an diturunkan secara bertahap agar lebih mudah dihafal, memperkuat hati Nabi, dan relevan dengan peristiwa yang terjadi. Proses ini juga menunjukkan kasih sayang Allah kepada umat manusia, memperteguh Nabi dalam menghadapi tantangan, serta memungkinkan adanya nasikh dan mansukh dalam hukum-hukum Islam. Semua ini membedakan Al-Qur’an dari kitab-kitab sebelumnya yang diturunkan sekaligus.